Mas, Aisya Jatuh Cinta

"Mas Ahmad, Aisya suka pada seseorang" sambil menunduk, Aisya akhirnya memulai pembicaran. Setelah mengumpulkan semua keberaniannya, setelah menyusun kalimat sebaik dan serapi mungkin, akhirnya, Aisya, jujur atas apa yang dia rasakan. Di iringi dengan air menetes yang mulai membasahi lengan gamisnya. Aisya masih menunduk, sama sekali tidak berani menatap mata Ahmad.
"Benarkah? Dengan siapa dek?" Masih seperti Ahmad sebelumnya, tenang.
Mendengar jawaban dari Ahmad, Aisya perlahan mulai memberanikan diri menatap Ahmad. "Mas Ahamd tidak marah pada Aisya?"
Sontak senyuman hangat tersungging di bibir Ahmad, senyumannya yang membuat siapa saja yang melihatnya merasa lebih baik. "Untuk apa mas marah? Aisya kan tidak salah apa-apa"
Merasa sangat malu, Aisya kemudian menunduk. Ia merasa telah gagal menjadi muslimah yang baik, hati nya telah tercoreng dengan perasaan semu yang penuh dengan godaan syaitan. Aisya kembali menangis, kali ini air matanya tumpah. "Aisya telah menyukai sesorang yang tidak seharusnya Aisya sukai mas, seharusnya bukan sekarang Aisya menyukainya, harusnya nanti ketika iman dan amal Aisya melimpah mas, Aisya malu pada Allah, Aisya malu" jelas Aisya dengan suara yang sebenarnya tidak jelas, tapi selalu jelas untuk Ahmad mengerti.
"Sya, liat mas. Menyukai dan disukai itu bukan teritorial kita, bukan kuasa kita. Kita tidak mampu memilih dan memilah kapan kita boleh menyukai seseorang dan kapan seseorang harus menyukai kita, tidak bisa, karena sekali lagi itu bukan teritorial kita, itu kuasanya Allah. Sya, perasaan cinta itu sejatinya fitrah, semua orang berhak menyukai, mengagumi, dan jatuh cinta, begitupun kamu, dan juga mas, kita semua berhak. Hanya saja, jangan sampai perasaan itu membuat kita lupa pada Allah, jangan sampai perasaan suka kita terhadap manusia lebih besar dari perasaan kita kepada Allah. Allah tidak akan marah pada Aisya yang jatuh cinta, tidak akan. Allah akan marah jika Aisya tidak bisa mengontrol diri dan perasaan Aisya"
Aisya mulai menyeka air matanya, terlihat sebagian jilbabnya sudah basah. Melihat Aisya yang sudah mulai tenang, Ahmad melanjutkan "Memangnya Aisya suka sama siapa?" "Ada mas. Teman SMA Aisya, tapi kan sekarang kita sudah pisah mas, sudah sama-sama lulus. Tapi dia tidak tau mas kalau Aisya suka, Aisya juga tidak tau bagaimana perasaannya terhadap Aisya. Aisya simpan sendiri mas" Ahmad terkejut, ternyata adiknya sudah lama berperang sendiri dengan perasaannya "Wah ternyata adiknya mas sudah lama besar, sudah tau rasanya jatuh cinta, kenapa baru cerita?"
Aisya mendongak dan kembali menunduk "Aisya malu mas..."
Mendengar jawaban Aisya, Ahmad tersenyum "Sya, mas bangga sekali sama Aisya. Aisya sudah berhasil melawan perasaan Aisya. Aisya berhasil menutupnya rapat-rapat. Mas cuma pesan, jangan sampai Aisya lupa batasan, lupa diri. Aisya bisa curhat apa saja sama mas, apa saja. Jangan malu. Aisya juga bisa curhat sama Allah. Allah selalu ada buat Aisya, buat kita. Sekarang, tugas Aisya bukan untuk mengungkapkan, tapi menunggu sambil mendo'akan, jika Allah berkehendak, maka Aisya akan dipertemukan, tapi jika tidak, bukankah...."
"Allah paling tau apa yang terbaik untuk kita" sambung Aisya yang baru saja memotong kalimat Ahmad. Dilanjutkan dengan suara tawa mereka yang memecah keseriusan yang sedari tadi menyelimuti ruang keluarga dirumah itu.

Aisya tersenyum, Aisya sayang mas Ahmad.

Komentar

Postingan Populer