Untuk Mu, Terima Kasih

Lama sekali rasanya semenjak sosok mu tak terjamah lagi oleh pandangan ku yang terbatas. Jangankan sapaan singkat, bertemu dengan mu saja aku sudah lupa kapan terakhir kalinya. Awalnya memang banyak yang berubah, bukan maksud ku banyak yang hilang, selalu ada saja yang kurang rasanya, iya semua itu aku rasakan semenjak kamu pergi, tepatnya semenjak kamu memutuskan semuanya berakhir, tragis.

Sampai detik ini, jujur aku masih belum mengetahui apa alasan mu merobohkan bangunan yang susah payah kita (aku) bangun. Ketika aku hampir akan menyelesaikan bangunan itu, tiba-tiba kamu datang merusak, merobohkan, menggusur, hingga tak bersisa, hingga yang tersisa hanyalah puing-puing reruntuhan, perih sekali jika mengingatnya. Semakin perih karena kamu melakukan itu tanpa alasan yang jelas tidak aku pahami.

Semenjak kejadian tragis itu, akhirnya aku mencoba untuk menutup buku tentang mu. Mencoba menghilangkan lembaran-lembaran kisah yang aku tulis, dan yang jelas aku mencoba membunuh semua ingatan ku, mengubur semua cerita pahit, manis, asam tentang kita. Aku berjuang untuk itu, aku merangkak sendiri. Namun disaat aku sudah mulai beranjak dari proses merangkak ku, disaat aku sudah mulai berdiri dan akan melangkah, kamu kembali. Kamu datang dengan iming-iming kamu yang dulu. Tak peduli bagaimana lelah ku merangkak, akhirnya aku tetap menerima mu, tersenyum menyambut mu dan janji-janji mu, hingga aku tak sadar, aku terbang, dan aku lupa bahwa aku tak punya sayap.

Sakit. Lebih dari sekedar sakit. Perih. Lebih dari sekedar perih. Itulah yang aku rasakan. Disaat aku sudah terbang, jauh sekali, kemudian kau hempaskan dengan keras, tanpa peduli seberapa banyak duri yang menancap di tubuh ku saat itu. Kemudian dengan gagah kau berjalan menjauh, kamu pergi. Lagi lagi tanpa alasan yang dapat aku pahami, dan saat itu aku harus kembali berjuang sendiri, merangkak sendiri. Ini jauh lebih berat karena sudah terlalu banyak duri yang menancap di tumbuh ku.

Aku mencoba bangun dari tidur lelap dan mimpi buruk ku. Aku berusaha hidup tanpa hadir mu, berusaha terbiasa tanpa sapaan hangat dari mu, berusaha menjalani semuanya, sendiri. Aku berusaha tanpa mu.
Saat kau pergi, sama sekali tidak ada yang berubah dari hidup ku. Aku masih dengan rutinitas ku. Aku bahagia. Sangat bahagia. Akhirnya aku menyadari satu hal, bahwa kamu sebenarnya tidak pernah berdampak besar dalam kehidupan ku.

Jujur. Saat aku menulis ini, senyum ringan terukir di bibir ku. Bukan karena aku merindukan mu apalagi berharap kamu kembali. Bukan. Bukan karena itu. Aku tersenyum karena bahagia, bahwa darimu aku belajar banyak hal. Aku percaya kamu akan bahagia tanpa aku, dan jelas aku juga akan bahagia tanpa mu. Bagaimanapun sakit ku saat kau hempaskan, bagaimanapun lelah ku saat harus merangkak melupakan mu, dan bagaimanapun aku berusaha untuk sekedar membenci mu, jujur aku tidak bisa. Bukan keahlian ku untuk membenci seseorang. Apalagi kamu, seseorang yang pernah mengajari ku banyak hal lewat sakit yang kau berikan. Seseorang yang membuka mata ku untuk tidak mudah percaya. Seseorang yang menyadarkan ku untuk mengikhlaskan seseorang yang memilih pergi.

Untuk mu, seorang laki-laki aneh pemakan tiang listrik.
Veels geluk met jou verjaarsdag!
Terima kasih untuk segalanya. Terutama sakitnya. Pelajarannya. Hikmahnya. Terima kasih, karena sebagian proses dewasa ku adalah dari sakit yang kau berikan.

Komentar

Postingan Populer